Minggu, 02 Januari 2011

PROFIL LIONEL MESSI



 
OLAHRAGA - SEPAKBOLA
Foto: AP Photo/Manu Fernandez
LIONEL Messi merupakan salah satu bakat terbaik yang ditemukan La Masia atau akademi Barcelona. Menyadari banyaknya bibit pemain berbakat di Argentina, Barcelona pun membuka sekolah sepak bola di sana.

Ketika masih berusia 11 tahun, klub raksasa Argentina River Plate sebetulnya sudah menyadari kalau Lionel Messi memiliki bakat hebat. Sayang, gangguan hormon yang membuatnya tidak bisa tinggi, membuat River ragu merekrut Messi.

Akhirnya, ayah Messi, Jorge Horacio Messi, nekat memboyong sang anak ke Spanyol agar mendapat klub dan pengobatan yang lebih baik. Dalam sebuah ajang seleksi, Messi membuat Carles Rexach, direktur Barcelona saat itu, terpikat.

Akhirnya, Barca menerimanya dan bersedia mengobati gangguan hormon Messi. Pemain yang disebut sebagai penerus Diego Maradona sebagai legenda Argentina itu pun bergabung ke La Masia, akademi Barcelona.  Kini, dia telah menjadi pilar Barca. "Messi merupakan kasus khusus. Dia meninggalkan rumah ketika masih berusia sangat belia. Menyakitkan bagi Messi dan keluarganya. Dia melalui proses keluar dari penghancuran diri akibat kemiskinan," ujar Daniel Vitali, perwakilan Barca di Argentina, seperti dikutip Reuters.

Nah, dengan didirikannya sekolah sepak bola internasional milik Barca di Argentina, maka tidak perlu lagi anak-anak muda itu harus pergi dari rumahnya, meninggalkan orang tuanya terlalu cepat. Mereka bisa mengasah bakatnya di Argentina, tapi dengan standar Eropa. Ya, Barca membuka sekolah sepak bola di Lujan, pinggiran Buenos Aires, sejak 2007. Lewat sekolah ini, Barcelona berupaya menjaring sebanyak mungkin bakat Argentina, tapi dengan menggunakan skema pembinaan usia muda ala La Masia.

Jorge Raffo, direktur sekolah sepak bola Barcelona di Lujan, dalam sebuah wawancara menyatakan, sekolah tersebut merekrut anak-anak berusia 9-12 tahun. Harapannya, kelak ada yang mampu bermain sehebat Messi, Maradona, Mario Kempes, dan Enrique Omar Sivori.

"Proyek pembinaan pemain muda ini menghormati esensi pemain sepak bola Argentina melalui pengembangan kualitas, individualitas, pembangunan intelektual dan teamwork, agar kami bisa menemukan pemain berkualitas," kata Raffo.

Dia menambahkan, ketika membina bocah usia9, 10, dan 11 tahun, siapa pun tidak akan tahu apakah anak-anak itu akan menjadi pemain sepak bola. Yang diketahui adalah anak-anak itu akan menjadi dirinya sendiri.

Penanaman nilai menjadi salah satu hal yang ditekankan di akademi itu. Bukan semata menuntut mereka bermain hebat. "Di akademi ini, anak-anak mendapat dukungan, ditemani, dididik, tapi tidak ditekan," timpalnya.

Sekolah juga menampung bocah remaja berusia 16 tahun, yang tiba dari seluruh penjuru Argentina. Mereka diantar pemandu bakat, disekolahkan di Don Bosco School, salah satu sekolah favorit di Buenos Aires. Saat ini ada sekitar 45 orang yang tinggal di asrama.

Sedangkan, 150 orang lainnya tinggal di rumah-rumah keluarga. Mereka berlatih setiap harinya. "Sebanyak 45 bocah sekolah di Don Bosco. Sepulang dari sekolah, mereka tinggal bersama kami. Mereka hanya boleh kembali ke rumah keluarga lima kali dalam setahun. Kami mengizinkan orang tua berkunjung tiga atau empat kali dalam setahun," kata Vitali.

Metode yang diterapkan tidak berbeda dengan di La Masia. Raffo mengatakan dari sisi olahraga, Barcelona memberikan seluruh metodologinya. "Kami wajib memperlihat perkembangan. Model ini sangat berbeda dari yang diterapkan di Argentina." Akademi itu tidak melulu mencetak pemain sepak bola. Bila dianggap tidak bisa menjadi pemain hebat, mereka akan diarahkan untuk menekuni profesi lain, seperti menjadi pengacara, arsitek, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar